Kamis, 25 September 2008

Fakta 5 Tahun Sebelum dan Sesudah Menikah

Beginilah ungkapan pada saat pasangan yang baru saja menikah

Cowok : Akhirnya aku sudah menunggu saat ini tiba sejak lama.

Cewek : Apakah kau rela kalau aku pergi.

Cowok : Tentu tidak! Jangan pernah kau berpikiran seperti itu.

Cewek : Apakah kau mencintaiku?

Cowok : Tentu! Selamanya akan tetap begitu.

Cewek : Apakah kau pernah selingkuh?!

Cowok : Tidak! Aku tak akan pernah melakukan hal buruk itu.

Cewek : Maukah kau menciumku?

Cowok : Ya!

Cewek : Sayangku.

Namun, setelah 5 tahun menikah. Beginilah biasanya pasangan akan berkomunikasi.

Silakan BACA DARI BAWAH KE ATAS.

Rabu, 24 September 2008

Alasan mengapa mahasiswa tidak lulus




Jika saya lihat dari hitungan hari (baca: alasan) ini, sebenarnya bukan salah sang mahasiswa bila ia tidak lulus ujian, karena belajar pun ia tidak sempat…

Tahukah anda, setahun itu hanya terdapat 365 hari yang kita tahu sebagai tahun akademik siswa… Mari kita hitung!

Hari Minggu
52 hari dalam setahun. Anda pasti tahu bahwa hari minggu itu adalah hari istirahat. Hari tersisa tinggal 313.

Hari Libur (Nasional maupun internasional)
Kurang lebih terdapat 13 hari libur dalam setahun, misalnya tahun baru, natal, dsb… Hari tersisa tinggal 300.

Libur Kuliah
Jelas semua mahasiswa akan libur dan tidak akan kuliah. Biasanya sekitar 2 bulan lebih, anggaplah sekitar 60 hari.

Hari tersisa tinggal 240.
Tidur Yang paling baik adalah 8 jam sehari untuk kesehatan, jadi 120 hari terpakai. Hari tersisa tinggal 120.

Beribadah
Paling tidak 1 sampai 2 jam perhari kita beribadah, kita alokasikan 25 hari dalam setahun. Hari tersisa tinggal 95.

Bermain
Hal yang paling baik untuk kesegaran dan kesehatan adalah bermain. Paling tidak memerlukan 1 jam sehari. Terpakai lagi 15 hari. Hari tersisa tinggal 80.

Makan
Sekurang-kurangnya selama satu hari kita habiskan 2 jam untuk makan atau minum, hilang lagi 30 hari. Hari tersisa tinggal 50

Berbicara
Jangan lupakan, bahwa manusia adalah mahluk sosial yang butuh berinteraksi dengan orang lain. Kita ambil 1 jam perhari untuk berbicara. 15 hari terpakai lagi. Hari tersisa tinggal 35.

Sakit
Kitapun bisa sakit, baik ringan maupun berat. Itupun `kalau’ sakit, paling tidak 5 hari dalam setahun sudah cukup mewakili. Hari tersisa tinggal 30.

Ujian
Ujian itu sendiri biasanya dilaksanakan selama 2 minggu per semester. Berarti, 24 hari sudah teralokasi untuk ujian. Hari tersisa tinggal 6.

Refreshing
Untuk menyegarkan pikiran, refreshing itu perlu. Nonton dan jalan-jalan paling tidak menghabiskan waktu 5 hari dalam setahun. Hari tersisa tinggal 1.

Satu hari yang sisa itu khan HARI ULANG TAHUN….!!!
Masa’ harus belajar, sih?

Selasa, 16 September 2008

Kaca Spion Andy F Noya

Sejak bekerja saya tidak pernah lagi berkunjung ke Perpustakaan Soemantri Brodjonegoro di Jalan Rasuna Said, Jakarta. Tapi, suatu hari ada kerinduan dan dorongan yang luar biasa untuk ke sana. Bukan untuk baca buku, melainkan makan gado-gado di luar pagar perpustakaan. Gado-gado yang dulu selalu membuat saya ngiler. Namun, baru dua tiga suap, saya merasa gado-gado yang masuk ke mulut jauh dari bayangan masa lalu. Bumbu kacang yang dulu ingin saya jilat sampai piringnya mengkilap, kini rasanya amburadul. Padahal ini gado-gado yang saya makan dulu. Kain penutup hitamnya sama. Penjualnya juga masih sama. Tapi mengapa rasanya jauh berbeda?

Malamnya, soal gado-gado itu saya ceritakan kepada istri. Bukan soal rasanya yang mengecewakan, tetapi ada hal lain yang membuat saya gundah. Sewaktu kuliah, hampir setiap siang, sebelum ke kampus saya selalu mampir ke perpustakaan Soemantri Brodjonegoro. Ini tempat favorit saya. Selain karena harus menyalin bahan-bahan pelajaran dari buku-buku wajib yang tidak mampu saya beli, berada di antara ratusan buku membuat saya merasa begitu bahagia. Biasanya satu sampai dua jam saya di sana. Jika masih ada waktu, saya melahap buku-buku yang saya minati. Bau harum buku, terutama buku baru, sungguh membuat pikiran terang dan hati riang.

Sebelum meninggalkan perpustakaan, biasanya saya singgah di gerobak gado-gado di sudut jalan, di luar pagar. Kain penutupnya khas, warna hitam. Menurut saya, waktu itu, inilah gado-gado paling enak seantero Jakarta. Harganya Rp 500 sepiring sudah termasuk lontong. Makan sepiring tidak akan pernah puas. Kalau ada uang lebih, saya pasti nambah satu piring lagi. Tahun berganti tahun. Drop out dari kuliah, saya bekerja di Majalah TEMPO sebagai reporter buku Apa dan Siapa Orang Indonesia . Kemudian pindah menjadi reporter di Harian Bisnis Indonesia. Setelah itu menjadi redaktur di Majalah MATRA. Karir saya terus meningkat hingga menjadi pemimpin redaksi di Harian Media Indonesia dan Metro TV.

Sampai suatu hari, kerinduan itu datang. Saya rindu makan gado-gado di sudut jalan itu. Tetapi ketika rasa gado-gado berubah drastis, saya menjadi gundah. Kegundahan yang aneh. Kepada istri saya utarakan kegundahan tersebut. Saya risau saya sudah berubah dan tidak lagi menjadi diri saya sendiri. Padahal sejak kecil saya berjanji jika suatu hari kelak saya punya penghasilan yang cukup, punya mobil sendiri, dan punya rumah sendiri, saya tidak ingin berubah. Saya tidak ingin menjadi sombong karenanya. Hal itu berkaitan dengan pengalaman masa kecil saya di Surabaya ..

Sejak kecil saya benci orang kaya. Ada kejadian yang sangat membekas dan menjadi trauma masa kecil saya. Waktu itu umur saya sembilan tahun. Saya bersama seorang teman berboncengan sepeda hendak bermain bola. Sepeda milik teman yang saya kemudikan menyerempet sebuah mobil. Kaca spion mobil itu patah. Begitu takutnya, bak kesetanan saya berlari pulang. Jarak 10 kilometer saya tempuh tanpa berhenti. Hampir pingsan rasanya. Sesampai di rumah saya langsung bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Upaya yang sebenarnya sia-sia. Sebab waktu itu kami hanya tinggal di sebuah garasi mobil, di Jalan Prapanca. Garasi mobil itu oleh pemiliknya disulap menjadi kamar untuk disewakan kepada kami. Dengan ukuran kamar yang cuma enam kali empat meter, tidak akan sulit menemukan saya. Apalagi tempat tidur di mana saya bersembunyi adalah satu-satunya tempat tidur di ruangan itu.

Tak lama kemudian, saya mendengar keributan di luar. Rupanya sang pemilik mobil datang. Dengan suara keras dia marah-marah dan mengancam ibu saya. Intinya dia meminta ganti rugi atas kerusakan mobilnya. Pria itu, yang cuma saya kenali dari suaranya yang keras dan tidak bersahabat, akhirnya pergi setelah ibu berjanji akan mengganti kaca spion mobilnya. Saya ingat harga kaca spion itu Rp 2.000. Tapi uang senilai itu,pada tahun 1970, sangat besar. Terutama bagi ibu yang mengandalkan penghasilan dari menjahit baju. Sebagai gambaran, ongkos menjahit baju waktuitu Rp 1.000 per potong. Satu baju memakan waktu dua minggu. Dalam sebulan, order jahitan tidak menentu. Kadang sebulan ada tiga, tapi lebih sering cuma satu. Dengan penghasilan dari menjahit itulah kami - ibu, dua kakak, dan saya - harus bisa bertahan hidup sebulan.

Setiap bulan ibu harus mengangsur ganti rugi kaca spion tersebut. Setiap akhir bulan sang pemilik mobil, atau utusannya, datang untuk mengambil uang. Begitu berbulan-bulan. Saya lupa berapa lama ibu harus menyisihkan uang untuk itu. Tetapi rasanya tidak ada habis-habisnya. Setiap akhir bulan, saat orang itu datang untuk mengambil uang, saya selalu ketakutan.

Di mata saya dia begitu jahat. Bukankah dia kaya? Apalah artinya kaca spion mobil baginya? Tidakkah dia berbelas kasihan melihat kondisi ibu dan kami yang hanya menumpang di sebuah garasi? Saya tidak habis mengerti betapa teganya dia. Apalagi jika melihat wajah ibu juga gelisah menjelang saat-saat pembayaran tiba.

Saya benci pemilik mobil itu.
Saya benci orang-orang yang naik mobil mahal.
Saya benci orang kaya.

Untuk menyalurkan kebencian itu, sering saya mengempeskan ban mobil-mobil mewah. Bahkan
anak-anak orang kaya menjadi sasaran saya. Jika musim layangan, saya main ke kompleks perumahan orang-orang kaya. Saya menawarkan jasa menjadi tukang gulung benang gelasan ketika mereka adu layangan. Pada saat mereka sedang asyik, diam-diam benangnya saya putus dan gulungan benang gelasannya saya bawa lari. Begitu berkali-kali. Setiap berhasil melakukannya, saya puas. Ada dendam yang terbalaskan. Sampai remaja perasaan itu masih ada. Saya muak melihat orang-orang kaya di dalam mobil mewah. Saya merasa semua orang yang naik mobil mahal jahat. Mereka orang-orang yang tidak punya belas kasihan. Mereka tidak punya hati nurani.

Nah, ketika sudah bekerja dan rindu pada gado-gado yang dulu semasa kuliah begitu lezat, saya dihadapkan pada kenyataan rasa gado-gado itu tidak enak di lidah. Saya gundah. Jangan-jangan sayalah yang sudah berubah.

Hal yang sangat saya takuti. Kegundahan itu saya utarakan kepada istri. Dia hanya tertawa. ''Andy Noya, kamu tidak usah merasa bersalah. Kalau gado-gado langgananmu dulu tidak lagi nikmat, itu karena sekarang kamu sudah pernah merasakan berbagai jenis makanan.. Dulu mungkin kamu hanya bisa makan gado-gado di pinggir jalan. Sekarang, apalagi sebagai wartawan, kamu punya kesempatan mencoba makanan yang enak-enak. Citarasamu sudah meningkat,'' ujarnya. Ketika dia melihat saya tetap gundah, istri saya mencoba meyakinkan, "Kamu berhak untuk itu.. Sebab kamu sudah bekerja keras." Tidak mudah untuk untuk menghilangkan perasaan bersalah itu. Sama sulitnyadengan meyakinkan diri saya waktu itu bahwa tidak semua orang kaya itu jahat.

Dengan karir yang terus meningkat dan gaji yang saya terima, ada ketakutan saya akan berubah. Saya takut perasaan saya tidak lagi sensisitif. Itulah kegundahan hati saya setelah makan gado-gado yang berubah rasa. Saya takut bukan rasa gado-gado yang berubah, tetapi sayalah yang berubah. Berubah menjadi sombong. Ketakutan itu memang sangat kuat. Saya tidak ingin menjadi tidak sensitif. Saya tidak ingin menjadi seperti pemilik mobil yang kaca spionnya saya tabrak. Kesadaran semacam itu selalu saya tanamkan dalam hati. Walau dalam kehidupan sehari-hari sering menghadapi ujian.

Salah satunya ketika mobil saya ditabrak sepeda motor dari belakang. Penumpang dan orang yang dibonceng terjerembab. Pada siang terik, ketika jalanan macet, ditabrak dari belakang, sungguh ujian yang berat untuk tidak marah. Rasanya ingin melompat dan mendamprat pemilik motor yang menabrak saya. Namun, saya terkejut ketika menyadari yang dibonceng adalah seorang ibu tua dengan kebaya lusuh. Pengemudi motor adalah anaknya. Mereka berdua pucat pasi. Selain karena terjatuh, tentu karena melihat mobil saya penyok. Hanya dalam sekian detik bayangan masa kecil saya melintas. Wajah pucat itu serupa dengan wajah saya ketika menabrak kaca spion. Wajah yang merefleksikan ketakutan akan akibat yang harus mereka tanggung. Sang ibu, yang lecet-lecet di lutut dan sikunya, berkali-kali meminta maaf atas keteledoran anaknya. Dengan mengabaikan lukanya, dia berusaha meluluhkan hati saya. Setidaknya agar saya tidak menuntut ganti rugi. Sementara sang anak terpaku membisu. Pucat pasi.

Hati yang panas segera luluh. Saya tidak ingin mengulang apa yang pernah terjadi pada saya. Saya tidak boleh membiarkan benih kebencian lahir siang itu. Apalah artinya mobil yang penyok berbanding beban yang harus mereka pikul. Maka saya bersyukur. Bersyukur pernah berada di posisi mereka. Dengan begitu saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Setidaknya siang itu saya tidak ingin lahir sebuah benih kebencian. Kebencian seperti yang pernah saya rasakan dulu. Kebencian yang lahir dari pengalaman hidup yang pahit.

Minggu, 14 September 2008

Buat yg mo keluar dari pekerjaan




Alkisah ada seorang engineer bernama Prayitno,ST yg bekerja di pabrik manufaktur elektronik Jepang, ni orang baru aja lolos tes perusahaan BUMN yg mengelola gas alam (jelas gede duitnya) dan mau resign, berikut ini perdebatannya dengan manajernya (kita singkat aja ya, manajer = M, dan prayitno = P)

M = edan kowe yo prayitno, lagi S-2 dah mau resign, dimana morality kamu?
P = morality saya ikut berlari bersama morality perusahaan, yang nyuruh karyawannya lembur melebihi aturan pemerintah ampe sakit tapi tunjangan kesehatan gak full

M = sebenernya mau kamu apa? dimana-mana kerja itu sama. Saya udah menjalani 2 company sebelum ini
P = karena kerja dimana2 itu sama, makanya saya gak ragu resign pak, wong sama aja kok, cuma rewardnya yg beda tho.... ya saya pilih yang rewardnya lebih

M = yang bener itu kerja bener dulu baru naik gaji, bukan gaji naik dulu baru kerja bener.
P = kerjanya sama-sama bener, tapi yang satu ngasih gaji lebih tinggi, ya saya pilih yang lebih tho pak.

M = kenapa kamu gak mencoba profesional di sini aja, kalo alasannya reward, kan nanti karir serta salary kamu juga bakal naik kalo kamu bertahan
P = kenapa saya harus nunggu, kalo ada company yang nawarin itu sekarang?

M = tapi sayang sekali, saya pandang kamu yang paling berpotensi di antara yang lain
P = bapak udah ngomong gitu ke semua engineer yang resign sebelum saya

M = tidak, ini serius, kamu memiliki potensi besar, di sini kamu bisa sukses! daripada kamu memulai lagi dari bawah di company lain yang belum ketauan ntar di sana kamu bakal sukses ato gak
P = di sini juga sama aja. saya belum tau bakal sukses apa gak, wong namanya masa depan kok. Sama-sama gak ketauan, tapi yang satu awalannya lebih baik, ya pilih yg lebih baik donk!

M = maksud kamu lebih baik itu apa? money? uang itu bukan segala-galanya
P = kalo emang begitu, ngapain company costdown gaji saya, apa artinya uang segitu untuk mempertahankan eksistensi engineer

M = Kita kan tidak hanya mengejar uang. Kalo orientasi kamu hanya uang, kamu hanya mengejar "live". No difference with kambing, Bekerja hanya untuk bertahan hidup, Kamu itu engineer! harus berorientasi pada yang lebih mulia, bekerja untuk berkarya, untuk mengembangkan diri
P = saya pengennya seperti itu, makanya saya resign. Gimana saya mau lepas dari orientasi "live" kalo tiap bulan saya harus pusing mikir bayaran kos, pulsa, makan, ngirim ortu, nabung buat merit. Naaaa skarang ada company yang nawarin itu, salary yang membuat saya tenang, tak berpikir lagi tentang "live existency". So, boleh dunk saya ambil untuk menaikkan derajat pekerjaan saya.

M = prayitno.... kalo kamu ngejar yg lebih baik, gak akan abis-abis.... selalu ada yang lebih baik. saya sudah mengalaminya di 2 company terdahulu
P = emang gak bakal abis pak.... karena itu, ngapain saya abisin di sini? mending saya terus- terusan dapet yang lebih baik ampe brenti karena cape. lagian Bapak juga nyatanya bisa brenti khan?

M = inilah yg membuat bangsa kita gak maju-maju. Oportunis. Orang jepang maju karena loyal
P = loyalitas tu kata-kata pembenaran buat ngegaji orang di bawah level pendidikannya pak. Betul jepang itu maju. Tapi lihatlah, terjadi ketimpangan karir antara lelaki dan wanita. karena lelakinya gila kerja semua, mereka jarang menemui anaknya, akibatnya istri-istri mereka harus mengimbanginya, ngalah keluar dari kerja buat nambal waktu bapak yang hilang untuk anak-anaknya karena bokapnya lebih cinta kerja daripada mereka. Tanya deh cewek jepang, lelaki jepang tu paling gak romantis. Cewe bawa tas berat aja dicuekin

M = tapi dimana responsibility kamu?
P = responsibility tu apa pak? perasaan dulu saya pernah punya, pas awal2 masuk di sini, tapi kata-kata itulah yang dijadikan pembenaran untuk menindas saya. Atas nama responsibility, saya mengorbankan kesehatan untuk ketepatan schedule launching produk yang jelas-jelas merupakan percepatan uang masuk ke kantong pemilik saham. Betul, manusia harus punya responsibility. Apa responsibility paling utama? keluarga. Anak dan istri adalah amanah dari Yang Diatas.

M = kamu kurang bersyukur, masih banyak orang yang susah dapet kerjaan
P = saya dah diterima Pak, itu rejeki dari Yang Diatas, Kalo gak saya ambil, itu yang namanya gak bersyukur. Yang Diatas itu tau kebutuhan kita. Makanya Dia memberi saya kerjaan baru, mungkin karena kebutuhan saya meningkat. Selain itu, Yang Diatas juga memberi pekerjaan pada satu orang pengangguran yang akan menggantikan posisi saya di sini setelah resign

M = EDAN KOWE PRAYITNOOOOO! kalo gitu aku ikut kamu resign.

P = Ngga bisa pak.... kowe wis tuwo. Cuma bisa nunggu pensiun.

NB:
1. Biar bisa adu argumen sama atasan / HR wkt mau resign......
2. Biar bisa kasih argumen lain kalo ada karyawan yang mo resign.....

(Mohon maaf bagi yg namanya Prayitno)

Sumber : Ga tau dari mana

Jumat, 12 September 2008

Assalamu 'alaikum,


Bismillahi arRahman arRahim,

Hari ini, Jum'at 12 September 2008 di bulan Ramadhan, saya mulai goblog karena selama ini belum pernah memiliki dan menggunakannya. Saya membuat blog dilatarbelakangi hal yang terjadi di kantor, dimana para staf profesional minta dibuatkan pelatihan tentang blog selama Ramadhan ini. Teman s aya yang ditunjuk untuk bisa melatih mereka menolak dengan alasan bahwa membuat blog itu sangat mudah dan tidak "pantas" untuk dibuatkan pelatihannya. Beliau mengirimkan e-mail yang berisi e-book tentang blog dan meminta para staf tersebut belajar dari sana. Saya belum paham benar tentang blog dan tidak punya blog (kasian deh masih gaptek) oleh karenanya mencari tahu lewat internet dan bertanya pada teman kantor.

Alhamdulillah, pada hari ini saya sudah punya blog sendiri dan akan saya manfaatkan blog ini sebaik mungkin agar dapat memberi manfaat bagi banyak orang.

Wassalamu 'alaikum,

angk@